Rabu, 12 Desember 2018

"Standard proses UCD untuk sistem interaktif”.

Penjelasan Standard Proses UCD Untuk Sistem Interaktif











Penjelasan :

- Plan the human centered process
Langkah pertama ini memerlukan pertemuan komitmen dari semua pihak yang bersangkutan dalam proses pengembangan dengan menggunakan metode UCD dan membuat rencana dengan waktu dan peluang yang ada untuk mengumpulkan persyaratan-persyaratan dan melakukan testing
Efek samping penting dari langkah pertama yang dilakukan adalah konsensus diantara regu desain dan keterlibatan pamakai pada akhirnya akan menjadi tidak simpel. Suatu rencana pengesahan adalah hasil langkah pertama ini.


- Specify the context of use

Mutu kegunaan dari sistem tergantung dari pemahaman dan perencanaan dari karakteristik pemakai, tugas-tugas, lingkungan fisik dan organisasi dimana sistem akan digunakan. Sangatlah penting untuk mengerti dan mengidentifikasi dari konteks ini dalam memandu keputusan awal desain.dan menyediakan dasar untuk menerapkan konteks dimana usabilitas harus dievaluasi.

Pada tahap ini sistem ditingkatkan dan diperluas. Untuk sistem yang sudah berjalan, umpan balik dari pemakai dan laporan help desk akan menjadi dasar prioritas kebutuhan pemakai untuk modifikasi dan perubahan sistem. Untuk produk atau sistem baru, aka sangatlah penting untuk mengambil informasi tentang konteks kegunaan melalui pertemuan dan wawancara.
Konteks dari sistem yang digunakan akan mengidentifikasikan:
1. Karakteristik-karakteristik dari pemakai yang diharapkan
2.Tugas-tugas dari pemakai
3. Suatu hirarkis uraian tugas yang global
4. Seluruh sasaran kegunaan dari sistem untuk setiap kategori pemakai. Seperti karakteristik-karakteristik yang dapat mempengarruhi tugas dalam skenario khusus.Lingkungan dimana pemakai akan menggunakan sistem


- Specify the user and organisational requirements
Didalam kebanyakan proses desain, ada aktivitas utama dimana persyaratan fungsi dari sistem atau produk dispesifikasikan. Dalam UCD, adalah penting dalam membuat pernyataan ekplisit dan persyratan organisasi . Berikut ini kaitannya dengan context of use :

1. Mutu dari antarmuka komputer dan manusia dan desain stasiun kerja
2. Mutu dan isi dari tugas-tugas pemakai yang diindentifikasikan
3. Performa kefektifitasan suatu tugas tergantung dari ketransparanan aplikasi terhadap pemakai
4. Kerjasama dan komunikasi efektif antara kategori-kategori yang berbeda antara pamakai-pemakai dan pihak-pihak lain yang terkait.
5. Kinerja dari sistem baru terhadap objek operasional dan keuangan.
Dari penjabaran diatas, persyaratan harus dipertimbangkan dalam suatu hal yang lebih khusus.


- Produce sistem solution
Tahapan berikutnya adalah membuat solusi desain yang potensial dengan menggambar mendesain bentuk dari pengalaman dan pengetahuan para partisipan.

Proses ini melibatkan :
1. Menggunakan pengetahuan yang sudah ada (standar, petunjuk, contoh-contoh dari yang lain sistem lain)
2. Membuat penyelesaian prototipe yang lebih focus (menggunakan simulasi-simulasi, prototipe-prototipe kertas, dll.)
3. Menunjukan prototype kepada pemakai dan meneliti mereka ketika mereka melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan dengan atau tanpa bantuan dari evaluator
4. Mempergunakan umpan balik ini untuk memperbaiki desain
5. Proses interasi sampai tujuan desain tercapai.


- Evaluate designs against user requirements
Evaluasi adalah suatu tahap penting dalam UCD yang terdiri dari :
Format: Untuk menyediakan umpan balik yang berguna untuk meningkatkan desain
Summatif: Untuk menilai apakah sasaran organisasi telah tercapai



Referensi :
http://m-ronald-jbi.blogspot.co.id/2010/01/user-centered-design.html
Sumber : http://slideplayer.info/slide/2306366/

Minggu, 09 Desember 2018




Pertama-tama, mari kita bahas definisi brainstorming.
Sederhananya, brainstorming adalah metode untuk memunculkan penyelesaian masalah yang kreatif dengan mendorong anggota kelompok untuk melemparkan ide sembari menahan kritik atau penilaian. Brainstorming, dalam banyak bentuknya, telah menjadi tool standar untuk ideation (pengembangan ide baru). Barangkali ini karena fleksibilitasnya:
  • Sembari pelaku bisnis kebanyakan cenderung benar-benar menggunakan istilah "brainstorm", prosesnya digunakan dalam berbagai rentang, dari universitas hingga non-profit hingga tempat seni pertunjukkan.
  • Brainstorming dapat dicapai oleh sebuah kelompok besar, kelompok kecil, atau bahkan seorang individu.
  • Ada batasan pada jenis masalah atau pertanyaan yang dapat diselesaikan melalui brainstorming.
Sementara istilah "brainstorming" relatif baru, konsepnya setua kreatifitas manusia. Ide memanfaatkan proses untuk bisnis, bagaimana pun juga, telah dikembangkan oleh Alex Osborn tahun 1941. Sebagai eksekutif periklanan, Osborn mengerti pentingnya kreatifitas untuk sukses: dalam bukunya terbitan 1952 Kekuatan Kreatifitasmu: Bagaimana Menggunakan Imajinasi, dia menuliskan: "Tidak hanya di dalam bisnis namun dalam setiap lini, kualitas kepemimpinan tergantung pada kekuatan kreatif".
Osborn percaya bahwa kreatifitas seringkali dipadamkan dalam dunia bisnis karena (1) terlalu sedikit ide yang dibuat oleh terlalu sedikit orang dan (2) orang-orang yang terlibat dalam proses kreatif terlalu cepat mengkritik dan menilai ide inovatif.
Dia juga percaya bahwa setiap orang memiliki potensi untuk kreatifitas, dan mempelajari skill kreatif. Dengan demikian, empat aturan Osborn tentang brainstorming didesain untuk mengatasi batasan dan meningkatkan kemampuan kreatifitas karyawan. Mereka adalah:
  • Tidak boleh ada kritik ide
  • Cari jumlah ide yang besar
  • Bangun pada tiap ide lainnya
  • Dorong ide yang liar dan berlebihan
Brainstorming itu sendiri adalah proses yang cukup sederhana, namun itu memerlukan fasilitasi terlatih dan perencanaan yang hati-hati untuk hasil optimal. Individual tentu saja dapat melakukan brainstorming kapan pun di lokasi mana pun. Namun bagaimana pun juga untuk kelompok, ada banyak "variasi" brainstorming. Semuanya mengikuti prosedur dasar yang sama:
  • Jelaskan fokus sesi brainstorming dengan merumuskan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang akan mengundang solusi. Sebagai contoh, "Bagaimana kita akan meningkatkan layanan pelanggan" adalah pertanyaan brainstorming yang lebih baik daripada "Apa yang salah dengan layanan pelanggan kita".
  • Pilih kelompok yang sesuai untuk brainstorming. Kelompok ini mungkin berjumlah besar atau kecil namun hendaklah mencakup individu yang akan, dalam jangka panjang, terlibat dalam penerapan perubahan atau project baru.
  • Pilih waktu dan tempat yang sesuai untuk brainstorming. Dalam beberapa kasus, sesi brainstorming dilaksanakan di luar tempat kerja untuk menghindari konflik terkait kerja. Brainstorming mungkin dilaksanakan selama hari kerja, atau selama weekend atau malam hari.
  • Pilih fasilitator terlatih yang mampu merumuskan pertanyaan, mengelola kepribadian, mencatat ide, mendukung proses evaluasi, dan membuat sebuah rencana tindakan yang layak dan sesuai dengan input kelompok.
  • Rencanakan proses brainstorming sehingga jadwal yang jelas dapat disediakan ke kelompok sebelumnya. Rencana ini hendaklah mencakup konsumsi, transportasi, dan item kritis lainnya.
Brainstorming dapat berupa hal sederhana seperti mengajukan pertanyaan, mengumpulkan jawaban, dan kemudian mengevaluasinya. Dalam beberapa kasus, ini menghasilkan kumpulan kemungkinan solusi yang bagus dan cukup. Namun sering kali, diperlukan dorongan yang lebih kreatif.
Berdasarkan pada pengetahuan anggota dan dinamika kelompok, oleh karena itu fasilitator dan perencana mungkin memilih untuk menerapkan satu jenis prosedur brainstorming. Sebagai contoh:
  • Brainwriting - Proses brainstorming ini mengijinkan anggota kelompok untuk menuliskan, membagikan, dan mengomentari ide anggota lainnya tanpa diminta untuk berdiri atau berbicara. Ketika individu tertentu cenderung mendominasi kelompok (atau memilih untuk tidak terlibat di dalam kelompok) pendekatan ini mungkin berguna.
  • Role Storming - Merupakan proses sangat kreatif yang melibatkan anggota kelompok dalam tindakan improvisasi berdasarkan peran yang mereka pilih atau ditunjuk. Peran ini dapat berubah dari realistis (misalnya sebagai pelanggan yang marah) hingga yang fantastis (Superman, atau Jin Aladdin).
  • Brainstorming Terbalik - Pendekatan brainstorming ini meminta anggota kelompok untuk mencari ide yang tepat berkebalikan dengan apa yang diajukan. Sebagai contoh, alih-alih bertanya "bagaimana kita dapat menarik lebih banyak pengguna aplikasi", fasilitator mungkin bertanya "bagaimana kita dapat memastikan sesedikit mungkin orang yang menggunakan aplikasi kita?" Pendekatan ini berguna untuk situasi dimana kreatifitas tampaknya mengering; itu seringkali menghasilkan respon yang lucu namun penuh makna yang membimbing pada solusi yang positif dan berguna.
  • Round Robin Brainstorming - Melibatkan fasilitator untuk bertanya kepada tiap individu, sesuai urutan, terhadap ide mereka. Ini membuatnya lebih sulit untuk tiap anggota kelompok untuk mendominasi diskusi atau "menghilang" ke dalam background.
Pelajari lebih lanjut tentang proses brainstorming ini:
Proses brainstorming biasanya dimulai dengan pengenalan umum pada proses, aturan dasar, jadwal, dan detail kritikal lainnya (seperti lokasi kamar mandi!). Kebanyakan fasilitator mengatur aturan terkait penggunaan ponsel dan/atau laptop selama proses brainstorming.
Kebanyakan fasilitator mulai dengan sesi mencairkan suasana yang mengatur irama dan menjelaskan hubungan antara pelaku brainstorming. Penting bahwa semua anggota kelompok mengerti bahwa, untuk tujuan brainstorming, mereka setara. Bahkan seorang anggota dari manajemen atas saat ini hanyalah anggota dari kelompok itu.
Temukan lebih banyak aturan brainstorming yang membantu membimbing pada sesi yang sukses:
Langkah 4. Menerapkan Proses Brainstorming
Brainstorming adalah proses yang dibimbing oleh fasilitator. Fasilitator menyajikan pertanyaan dan meminta respon. Jika kamu seorang fasilitator, maka kamu akan yang menjadi pemimpin kelompok melalui prosesnya.
Aturan brainstorming (tidak ada kritik, tidak ada penilaian) penting untuk mendorong sehingga setiap orang merasa nyaman dalam berkontribusi. Juga, pastikan bahwa semua ide dituliskan pada whiteboard atau diagram, entah olehmu atau asistenmu.
Bila perlu, kamu mungkin menerapkan bentuk brainstorming tambahan untuk membatasi atau mendorong partisipasi dalam kelompok, memicu kreatifitas, atau mengelola permasalahan lainnya.
Setelah kamu merasa telah cukup banyak ide yang dihasilkan, waktunya untuk mengevaluasi ide untuk menentukan yang mana yang paling berguna. Sebagai fasilitator, kamu mungkin memilih untuk mengundang anggota kelompok untuk menuliskan catatan pada diagram untuk mengomentari ide, atau kamu mungkin cukup memfasilitasi percakapan dengan timmu.
Setelah kelompok memilih beberapa ide untuk didalami, berkerja dengan timmu untuk mengembangkan kelompok berorientasi tugas untuk menggali ide ini lebih jauh dalam sebuah timeline. Sebagai contoh, sebuah ide yang terkait dengan peningkatan teknologi mungkin ditunjukkan kepada kelompok yang melibatkan ahli IT dan individual yang menggunakan software pada basis harian.
Hasilnya adalah timeline yang jelas dan dapat dikerjakan untuk menerapkan bentuk ide barumu, dan pastikan untuk menentukan tanggal untuk rapat tindak lanjut.
Model Waterfall
Model waterfall dulu dikenal dengan nama “Linear Sequential Model” merupakan model tertua dan paling handal dan sering dikenal sebagai “classic life cycle”Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Winston Royce sekitar tahun 1970 sehingga sering dianggap kuno, tetapi model tersebut merupakan model yang paling banyak dipakai didalam Software Engineering (SE).

Model ini mengusulkan sebuah pendekatan kepada pengembangan software yang sistematik dan sekuensial yang mulai dari tingkat kemajuan sistem pada seluruh analisis, desain, kode, pengujian dan pemeliharaan. Model ini melingkupi aktivitas-aktivitas sebagai berikut yaitu; rekayasa dan pemodelan sistem informasi, analisis kebutuhan, desain, koding, pengujian dan pemeliharaan.

Model pengembangan ini bersifat linear dari tahap awal pengembangan system yaitu tahap perencanaan sampai tahap akhir pengembangan system yaitu tahap pemeliharaan. Tahapan berikutnya tidak akan dilaksanakan sebelum tahapan sebelumnya selesai dilaksanakan dan tidak bisa kembali atau mengulang ke tahap sebelumnya.

berikut adalah gambar tahap-tahap pengembangan software menggunakan model waterfall :


Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing tahapan yang terdapat pada model waterfall :
  • System Engineering : Permodelan ini diawali dengan mencari kebutuhan dari keseluruhan sistem yang akan diaplikasikan ke dalam bentuk software. Tahap ini sering disebut dengan Project Definition. 
  • Analysis : Proses pencarian kebutuhan diintensifkan dan difokuskan pada software. Untuk mengetahui sifat dari program yang akan dibuat, maka para software engineer harus mengerti tentang domain informasi dari software, misalnya fungsi yang dibutuhkan, user interface, dsb, 
  • Design : Proses ini digunakan untuk mengubah kebutuhan-kebutuhan diatas menjadi representasi ke dalam bentuk “blueprint” software sebelum coding dimulai. Desain harus dapat mengimplementasikan kebutuhan yang telah disebutkan pada tahap sebelumnya. 
  • Coding : Untuk dapat dimengerti oleh mesin, maka design yang ada di komputer tadi harus diubah bentuknya menjadi ke dalam bahasa pemrograman melalui proses coding. Tahap ini merupakan implementasi dari tahap design yang secara teknis nantinya dikerjakan oleh programmer. 
  • Testing : Sesuatu yang dibuat haruslah diujicobakan. Demikian juga dengan software. Semua fungsi-fungsi software harus diujicobakan, agar software bebas dari error, dan hasilnya harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Begitu saoftware berjalan dengan sempurna dan sesuai dengan kebutuhan maka akan diimplementasikan.
  • Maintenance : Pemeliharaan suatu software diperlukan, termasuk di dalamnya adalah pengembangan, karena software yang dibuat tidak selamanya hanya seperti itu. Pengembangan diperlukan ketika adanya perubahan dari eksternal perusahaan seperti ketika ada pergantian sistem operasi, atau perangkat lainnya.
Keuntungan model waterfall :
  • Merupakan model pengembangan paling handal dan paling lama digunakan.
  • Cocok untuk system software berskala besar.
  • Cocok untuk system software yang bersifat generic.
  • Pengerjaan project system akan terjadwal dengan baik dan mudah dikontrol.
Kelemahan model waterfall :
  • Waktu pengembangan lama. hal ini dikarenakan input tahap berikutnya adalah output dari tahap sebelumnya.
  • Biaya mahal, hal ini juga dikarenakan waktu pengembangan yang lama.
  • Terkadang perangkat lunak yang dihasilkan tidak akan digunakan karena sudah tidak sesuai dengan requirement bisnis customer. hal ini juga dikarenakan waktu pengembangan yang lama. selain itu dikarenakan waterfall merupakan aliran yang linear, sehingga jika requirement berubah proses tidak dapat diulang lagi.
  • Karena tahap-tahapan pada waterfall tidak dapat berulang, maka model ini tidak cocok untuk pemodelan pengembangan sebuah proyek yang memiliki kompleksitas tinggi.
  • Meskipun waterfall memiliki banyak kelemahan yang dinilai cukup fatal, namun model ini merupakan dasar bagi model-model lain yang dikembangkan setelahnya.

V-MODEL

Pengertian V Model

       Merupakan model pengembangan perangkat lunak yang didasarkan pada hubungan antara setiap fase pengembangan siklus hidup yang tercantum dalam model Watterfall yang merupakan pengembangan perangkat lunak dan fase yang terkait pengujian. Bisa dikatakan model ini merupakan perluasan dari model waterfall. Disebut sebagai perluasan karena tahap-tahapnya mirip dengan yang terdapat dalam model waterfall. Jika dalam model waterfall proses dijalankan secara linear, maka dalam model V proses dilakukan bercabang.

Tahapan dalam  V Model


Tahapan pada V Model dibagi menjadi 2 garis besar yaitu tahap Verifikasi dan Validasi atau testing.
Tahap Verfiikasi mengacu kepada usaha penyesuaian spesifikasi software dengan kebutuhan klien/konsumen, tahapan ini meliputi serangkaian kegiatan sebagai berikut:
  1. Business Case: Merupakan tahapan awal yang menggambarkan kebutuhan/harapan konsumen terhadap sistem yang akan dikembangkan, termasuk manfaat sistem terhadap konsumen dan perkiraan biaya yang harus disediakan.
  2. Requirement: pada fase ini klien mendapatkan gambaran atau diminta memberikan gambaran kebutuhan yang diharapkan dapat dipenuhi oleh software, baik kebutuhan fungsional maupun non fungsional.
  3. Analisis Informasi: Setelah diperoleh spesifikasi sistem dari fase requirement, selanjutnya aktivitas difokuskan bagaimana cara kerja software untuk memenuhi kebutuhan tersebut, termasuk metode, hardware dan software apa saja yang diperlukan untuk mencapai kebutuhan yang sudah didefinisikan.
  4. Perancangan Sistem: pada tahapan ini akan dibuat rancangan software secara lebih terinci sesuai spesifikasi yang sudah disepakati.
  5. Unit Design: merancang setiap elemen/unit software termasuk rancangan modul/program, antarmuka, database dan lain-lain.
  6. Development: merealisasikan hasil rancangan menjadi satu aplikasi/program tertentu.
Tahapan Validasi merupakan serangkaian tahapan yang mengacu kepada kesesuaian software dengan spesifikasi yang sudah ditetapkan. Tahapan ini dicapai melalui serangkaian pengujian/testing sebagai berikut:
  • Unit test: menguji setiap komponen/unit program apakah sesuai dengan rancangan unit yang sudah ditetapkan. Secara teoritis seharusnya pengujian dilakukan oleh orang tertentu yang bertugas sebagai software tester, tetapi dalam kenyataannya seringkali unit testing dilakukan oleh programmer sendiri.
  • Interface test: setelah semua komponen diuji secara terpisah, tahapan selanjutnya dilakukan interface test untuk melihat sejauh mana setiap komponen dapat berinteraksi satu sama lain sesuai dengan fungsi yang diharapkan.
  • System test: setelah semua interface berjalan dengan baik, selanutnya dilakukan system test untuk melihat sejauh mana sistem/software dapat memenuhi kebutuhan secara keseluruhan. System testing bersifat menyeluruh dan tidak dapat dilakukan berdasarkan fungsionalitas sistem yang diuji secara terpisah. Aktivitas pada system testing termasuk melakukan pengujian hal-hal berikut:
    1. Performance – apakah kinerja sistem sesuai dengan target yang sudah didefinisikan sebelumnya.
    2. Volume – apakah software/sistem dapat menampung volume informasi yang cukup besar.
    3. Stress – apakah software/sistem dapat menampung sejumlah informasi pada waktu-waktu tertentu.
    4. Documentation – apakah semua dokumentasi penting sudah disiapkan.
    5. Robustness – apakah software/sistem cenderung stabil pada berbagai kondisi diluar dugaan/ekstrim.
  • Acceptance test merupakan aktivitas untuk menguji sejauh mana sistem/software dapat membantu memecahkan business case, dalam artian apakah sistem/software tersebut sudah sesuai dengan harapan konsumen/klien dan sejauh mana manfaat sistem/software ini bagi klien. Test ini sering kali disebut sebagai User Acceptance Test (UAT).
  • Release testing: test ini dilakukan untuk menguji sejauh mana sistem/software dapat mendukung aktivitas organisasi dan berjalan dengan harmonis sesuai dengan kegiatan rutin organisasi. Beberapa pertanyaan coba dijawab pada fase ini misalnya apakah software tersebut mempengaruhi sistem lain? Apakah software tersebut kompatibel dengan sistem lain? Bagaimana kinerja sistem sebenarnya di dalam organisasi?
 Kelebihan V model:
  •  V model sangat fleksibel. V model ini bisa digunakan untuk project tailoring serta penambahan pengurangan method dan tool secara dinamik.
  •   V model dikembangkan dan di maintain oleh publik. User dari V model berpartisipasi dalam change board yang memproses semua change request terhadap V model.
Kekuranagn V model
  • V model hanya bisa digunakan sekali dalam suatu proyek hal tersebut disebabkan kerena V model merupakan model yang project oriented.
  • V model bersifat terlalu fleksibel sehingga mengakibatkan beberapa aktivitas-aktivitas yang digambarkan dalam V model menjadi terlalu abstrak. Hal tersebut mengakibatkan tidak bisa diketahui dengan jelas apa yang termasuk dalam activity tersebut dan apa yang tidak.
Dimana saja V Model Diterapkan?
  1. Dalam proyek teknologi informasi di Jerman
  2. V Model dibandingkan dengan CMM
  3. V Model didesain untuk mengembangkan sistem yang didalamnya terdapat dua komponen
  4. Pengembangan V Model dalam bidang industri dapat dilakukan dengan mudah

  Simple Interaction Design Model




Pada model rancangan interaksi sederhana ini input atau masukan hanya memiliki satu titik. yang mana masukan tersebut, lalu lakukan langkah-langkah berikut :

  1. Identifikasi kebutuhan dan persyaratan sistem disini suatu sistem akan di identifikasi sesuai dengan kebutuhan sistem itu sendiri.
  2. Pengembangan desain alternatif (desain konseptual dan fisikal)
  3. Membuat versi interaktif dari desain yang dihasilkan
  4. Mengevaluasi desain (usabilitas dan user experience)

Evaluasi dapat dilakukan dimana saja, rancangan yang telah di evakuasi dapat kambali didesain ulang atau apakah rancangan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan user, maka alur tersebut akan terus berputar hingga pada tahap evaluasi tidak lagi terjadi kesalahan, baik dalam penetapan kebutuhan user maupun pendesainannya, sehingga pada tahap evaluasi terciptalah sebuah hasil akhir yang valid.

Star Life Cycle Model (Hartson & Hix, 1989)




  • Dapat dilihat di setiap tahapan memiliki input dari luar (dari berbagai sumber) untuk dilakukan kegiatan sesuai dengan tahapan yang bersangkutan lalu dilakukan evaluasi. Berikut ini merupakan penjelasan dari setiap tahapan yang terdapat pada model Star life cycle :
  • Task analysis/Functional analysis : tahapan ini, akan melakukan functional analysis dari input yang di berikan yang kemudian akan dilakukan evaluation. 
  • Requrements/Specification : tahapan ini, akan mengumpulkan informasi terkait dengan kebutuhan dan segala sesuatu yang bersangkutan dengan software yang akan dikembangkan, lalu dilakukan tahapan evaluation.
  • Conceptual design/Formal design representation : tahapan ini akan mendesain sebuah desain konseptual dari software yang akan dikembangkan bersadarkan semua inputan yang masuk ketahapan ini. Kemudian dilakukan tahapan evaluation.
  • Prototyping : Sama halnya seperti tahapan pada Simple interaction design model. dimana prototype merupakan desain interaktif yang memiliki fungsi terbatas yang akan di ujicobakan kepada pengguna lalu melakukan tahap evaluation.
  • Implementation : tahapan ini merupakan tahapan dimana software diimplementasikan dan digunakan oleh pengguna lalu dilakukannya tahap evaluation.
  • Evaluation : tahapan ini adalah melakukan evaluasi terhadap setiap tahapan yang menggunakan tahapan ini untuk melihat apakah hal yang dilakukan pada tahapan sebelumnya telah sesuai dengan kebutuhan terbaru dari pengguna lalu memberikan feedback terhadap tahapan sebelumnya.

Sumber:
  1. http://ufauzia.mhs.uksw.edu/2015/02/waterfall-model.html
    http://www.umsl.edu/~hugheyd/is6840/waterfall.html
  2. https://rifkanisa19.wordpress.com/2014/08/23/macam-macam-model-pengembangan-software/http://rusliyuli25.blogspot.co.id/2013/01/model-siklus-hidup-dan-proses.html  
  3. http://theresianihan.blogspot.co.id/ 
  4. http://tomibejo.blogspot.co.id/2014/12/siklus-hidup-software.htm